Pengertian haji
Haji menurut bahasa berarti menyengaja sesuatu. Sedangkan menurut syara haji adalah menyengaja atau sengaja mengunjungi ka’bah untuk melakukan beberapa amal ibadah dengan syarat-syarat tertentu.
Perlu diketahui bahwa sebagian praktek ibadah haji adalah ibadah badaniah dan disunatkan membaca doa-doa tertentu. Dengan menunaikan ibadah haji berarti kita harus meninggalkan rumah tangga, harta benda, sanak saudara, pekerjaan dan tanah air. Untuk itu diperlukan badan sehat dan biaya yang tidak sedikit, oleh karena itu betapa besar pahala haji bagi yang melaksanakannya dengan baik dan benar. Berikut
1. Ibadah haji mempunyai mempunyai persyaratan tertentu, berbadan sehat, ada biaya, tersedia kendaraan, dan aman di pelajaran.
2. Selama menunaikan ibadah haji itu dilarang bersetubuh (dengan istri / suami), berkata kasar dan berbuat maksiat.
3. Dengan ibadah haji diampuni dosanya dan mendapat balasannya.
4. Berdosa bagi muslim yang sudah memenuhi persyaratan, akan tetapi tidak menunaikan ibadah haji.

Haji (Bahasa Arab: حج‎; transliterasi: Hajj) adalah rukun (tiang agama) Islam yang kelima setelah syahadat, salat, zakat dan puasa. Menunaikan ibadah haji adalah bentuk ritual tahunan yang dilaksanakan kaum muslim sedunia yang mampu (material, fisik, dan keilmuan) dengan berkunjung dan melaksanakan beberapa kegiatan di beberapa tempat di Arab Saudi pada suatu waktu yang dikenal sebagai musim haji (bulan Zulhijah). Hal ini berbeda dengan ibadah umrah yang bisa dilaksanakan sewaktu-waktu.
Kegiatan inti ibadah haji dimulai pada tanggal 8 Zulhijah ketika umat Islam bermalam di Mina, wukuf (berdiam diri) di Padang Arafah pada tanggal 9 Zulhijah, dan berakhir setelah melempar jumrah (melempar batu simbolisasi setan) pada tanggal 10 Zulhijah. Masyarakat Indonesia lazim juga menyebut hari raya Idul Adha sebagai Hari Raya Haji karena bersamaan dengan perayaan ibadah haji ini.

Definisi
Secara lughawi, haji berarti menyengaja atau menuju dan mengunjungi.  Menurut etimologi bahasa Arab, kata haji mempunyai arti qashd, yakni tujuan, maksud, dan menyengaja. Menurut istilah syara', haji ialah menuju ke Baitullah dan tempat-tempat tertentu untuk melaksanakan amalan-amalan ibadah tertentu pula. Yang dimaksud dengan temat-tempat tertentu dalam definisi diatas, selain Ka'bah dan Mas'a(tempat sa'i), juga Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Yang dimaksud dengan waktu tertentu ialah bulan-bulan haji yang dimulai dari Syawal sampai sepuluh hari pertama bulan Zulhijah. Adapun amal ibadah tertentu ialah thawaf, sa'i, wukuf, mazbit di Muzdalifah, melontar jumrah, mabit di Mina, dan lain-lain.
Latar belakang ibadah haji
Orang-orang Arab pada zaman jahiliah telah mengenal ibadah haji ini yang mereka warisi dari nenek moyang terdahulu dengan melakukan perubahan disana-sini. Akan tetapi, bentuk umum pelaksanaannya masih tetap ada, seperti thawaf, sa'i, wukuf, dan melontar jumrah. Hanya saja pelaksanaannya banyak yang tidak sesuai lagi dengan syariat yang sebenarnya. Untuk itu, Islam datang dan memperbaiki segi-segi yang salah dan tetap menjalankan apa-apa yang telah sesuai dengan petunjuk syara' (syariat), sebagaimana yang diatur dalam al-Qur'an dan sunnah rasul. [2] Latar belakang ibadah haji ini juga didasarkan pada ibadah serupa yang dilaksanakan oleh nabi-nabi dalam agama Islam, terutama nabi Ibrahim (nabinya agama Tauhid). Ritual thawaf didasarkan pada ibadah serupa yang dilaksanakan oleh umat-umat sebelum nabi Ibarahim. Ritual sa'i, yakni berlari antara bukit Shafa dan Marwah (daerah agak tinggi di sekitar Ka'bah yang sudah menjadi satu kesatuan Masjid Al Haram, Makkah), juga didasarkan untuk mengenang ritual istri kedua nabi Ibrahim ketika mencari susu untuk anaknya nabi Ismail. Sementara wukuf di Arafah adalah ritual untuk mengenang tempat bertemunya nabi Adam dan Siti Hawa di muka bumi, yaitu asal mula dari kelahiran seluruh umat manusia.
Jenis ibadah haji
Setiap jamaah bebas untuk memilih jenis ibadah haji yang ingin dilaksanakannya. Rasulullah SAW memberi kebebasan dalam hal itu, sebagaimana terlihat dalam hadis berikut.
Aisyah RA berkata: Kami berangkat beribadah bersama Rasulullah SAW dalam tahun hajjatul wada. Di antara kami ada yang berihram, untuk haji dan umrah dan ada pula yang berihram untuk haji. Orang yang berihram untuk umrah ber-tahallul ketika telah berada di Baitullah. Sedang orang yang berihram untuk haji jika ia mengumpulkan haji dan umrah. Maka ia tidak melakukan tahallul sampai dengan selesai dari nahar.
Berikut adalah jenis dan pengertian haji yang dimaksud.
  • Haji ifrad, berarti menyendiri. Pelaksanaan ibadah haji disebut ifrad bila sesorang bermaksud menyendirikan, baik menyendirikan haji maupun menyendirikan umrah. Dalam hal ini, yang didahulukan adalah ibadah haji. Artinya, ketika mengenakan pakaian ihram di miqat-nya, orang tersebut berniat melaksanakan ibadah haji dahulu. Apabila ibadah haji sudah selesai, maka orang tersebut mengenakan ihram kembali untuk melaksanakan umrah.
  • Haji tamattu', mempunyai arti bersenang-senang atau bersantai-santai dengan melakukan umrah terlebih dahulu di bulan-bulah haji, lain bertahallul. Kemudian mengenakan pakaian ihram lagi untuk melaksanakan ibadah haji, ditahun yang sama. Tamattu' dapat juga berarti melaksanakan ibadah di dalam bulan-bulan serta di dalam tahun yang sama, tanpa terlebih dahulu pulang ke negeri asal.
  • Haji qiran, mengandung arti menggabungkan, menyatukan atau menyekaliguskan. Yang dimaksud disini adalah menyatukan atau menyekaliguskan berihram untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah. Haji qiran dilakukan dengan tetap berpakaian ihram sejak miqat makani dan melaksanakan semua rukun dan wajib haji sampai selesai, meskipun mungkin akan memakan waktu lama. Menurut Abu Hanifah, melaksanakan haji qiran, berarti melakukan dua thawaf dan dua sa'i.
Kegiatan ibadah haji
Berikut adalah kegiatan utama dalam ibadah haji berdasarkan urutan waktu:
  • Sebelum 8 Zulhijah, umat Islam dari seluruh dunia mulai berbondong untuk melaksanakan Tawaf Haji di Masjid Al Haram, Makkah.
  • 8 Zulhijah, jamaah haji bermalam di Mina. Pada pagi 8 Zulhijah, semua umat Islam memakai pakaian Ihram (dua lembar kain tanpa jahitan sebagai pakaian haji), kemudian berniat haji, dan membaca bacaan Talbiyah. Jamaah kemudian berangkat menuju Mina, sehingga malam harinya semua jamaah haji harus bermalam di Mina.
  • 9 Zulhijah, pagi harinya semua jamaah haji pergi ke Arafah. Kemudian jamaah melaksanakan ibadah Wukuf, yaitu berdiam diri dan berdoa di padang luas ini hingga Maghrib datang. Ketika malam datang, jamaah segera menuju dan bermalam Muzdalifah.
  • 10 Zulhijah, setelah pagi di Muzdalifah, jamaah segera menuju Mina untuk melaksanakan ibadah Jumrah Aqabah, yaitu melempar batu sebanyak tujuh kali ke tugu pertama sebagai simbolisasi mengusir setan. Setelah mencukur rambut atau sebagian rambut, jamaah bisa Tawaf Haji (menyelesaikan Haji), atau bermalam di Mina dan melaksanakan jumrah sambungan (Ula dan Wustha).
  • 11 Zulhijah, melempar jumrah sambungan (Ula) di tugu pertama, tugu kedua, dan tugu ketiga.
  • 12 Zulhijah, melempar jumrah sambungan (Ula) di tugu pertama, tugu kedua, dan tugu ketiga.
  • Sebelum pulang ke negara masing-masing, jamaah melaksanakan Thawaf Wada' (thawaf perpisahan).

·         Rukun-rukun haji


·         1.            Niat ikhlas karena Allah
·         Allah SWT berfirman, "Padahal mereka tidak diperintah, kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama-Nya dengan lurus." (Al-Bayyinah:5).
·         Dan sabda Nabi saw, "Sesungguhnya segala amal perbuatan bergantung pada niatnya.” (teks hadits dan takhirijnya sudah termaktub dalam pembahasan syarat-syarat sahnya wudhu’).
·         2.            Wuquf di ’Arafah.
·         Berdasarkan sabda Rasulullah saw. , ”Haji adalah ’Arafah (Wukuf).” (Shahih: Shahih Ibnu Majah no:2441, Tirmidzi II:188 no:890, Nasa’i V:264, Ibnu Majah II: 1003 no:3015. dan ’Aunul Ma’bud V:425 no:1933).
·         Dari ’Uwah ath-Thai r.a. bertutur, Aku pernah datang menemui Nabi saw. di Musdalifah sewaktu beliau pergi untuk shalat, lalu aku berkata, ”Ya Rasulullah, sejatinya aku datang dari dua gunung Thai; sangat letih untukku dan telah wuquf disana, lalu apakah ibadah haji saya sah?” Maka jawab Rasulullah saw., ”Barangsiapa yang mengikuti shalat kami ini dan wuquf bersama kami hingga kami bertolak (dari sini) dan sebelumnya telah wuquf di ’Arafah pada siang atau malam hari, maka sempurnalah ibadah hajinya dan hilanglah kotorannya (Artinya dia telah melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya berupa manasik, pent.)” (Shahih: Shahih Ibnu Majah no: 2442, Tirmidzi II: 188 no:892, ’Aunul Ma’bud V:427 no:1934, dan Ibnu Majah II: 1004 no.3016 serta Nasa’i no:263).
·         3.            Mabit di Muzdalifah hingga terbit matahari dan shalat shubuh di sana. Sebagaimana yang termaktub dalam hadits di atas:
·         “Barangsiapa yang mengikuti shalat kami dan wuquf bersama kami hingga kami bertolak (dari sini menuju Mina), dan sebelumnya telah wuquf di ‘Arafah pada siang atau malam hari maka sempurnalah ibadah hajinya dan hilanglah kotorannya.”
·         4.            Melakukan Thawaf  Ifadhah.
·         Allah SWT berfirman, “Dan hendaklah mereka melakukan thawaf di sekeliling rumah yang mulia (Baitullah).” (Al-Hajj :29).
·         Dari Aisyah r.a. bertutur, Shafiyah binti Huyay datang bulan setelah sebelumnya saya informasikan kepada Rasulullah saw, maka beliau bertanya, apakah ia menyebabkan kita tertahan atau terhalang dalam perjalanan kita sekarang ini (dengan sebab tidak dapat mengerjakan thawaf ifadhah karena halnya itu, pent.)?” Saya jawab, “Ya Rasulullah, bahwa Shafiyah sudah mengerjakan thawaf ifadhah dan sudah thawaf di sekeliling Baitullah, kemudian setelah melakukan thawaf ifadhah ia haidh.” Maka sabda Beliau, “Kalau begitu hendaklah dia keluar [pulang bersama kami]!” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari III:567 no:1733, Muslim II:964 no:1211, ’Aunul Ma’bud V:486 no:1987, Nasa’i I:194, Tirmidzi II:210 no:949 dan Ibnu Majah II: 1021 no:30725).
·         Jadi, sabda Nabi saw., “Apakah ia menyebabkan kita tertahan, ini menunjukkan bahwa thawaf ifadhah merupakan suatu kemestian yang harus dilaksanakan, dan ia menjadi penghalang dan penahan bagi orang yang belum mengerjakkannya.
·         5.            Melakukan sa’i antara Shawaf dan Marwah, karena Rasulullah saw. melakukannya, bahkan beliau juga memerintahkannya:
·         “Bersa’ilah; karena sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas kalian melakukan sa’i."

Syarat-syarat haji
·         1. Wajib beragama Islam, baik laki-laki maupun perempuan yang sudah baligh, berakal sehat (mukallaf)
2. Merdeka, bukan hamba sahaya
3. Istitha’ah dalam pengertian : mampu secara material (biaya dirinya dan keluarga yang ditinggalkan), mampu secara fisik dan memiliki pengetahuan manasik haji dan informasi tentang Arab Saudi
4. Dilaksanakan pada waktunya
5. Khusus bagi perempuan harus disertai suami atau mahramnya atau orang lain yang dapat diberi amanah
6. Wajib hanya sekali seumur hidup

Hukum haji

Seperti diketahui, dalam setiap aktivitas termasuk aktiviras ibadah, ada hal-hal yang bersifat fardhu, wajib, sunnah, dan makruh, di samping ada juga mubah (boleh-boleh saja dikerjakan) dan haram.

Dalam ibadah haji, fardhu adalah sesuatu yang apabila tidak dikerjakan sesuai ketentu­annya, maka ibadah haji tidak sah; seperti tidak melakukan wukuf di ’Arafah.

Wajib, dalam ibadah haji atau umrah, adalah sesuatu yang jika diabaikan-secara keseluruhan, atau tidak memenuhi syarat-nya-maka haji atau umrah tetap sah, tetapi orang yang bersangkutan harus melaksanakan sanksi yang telah ditetapkan. Misalnya, ke­wajiban melontar jumrah: bila ia diabaikan, maka ia harus diganti dengan membayar dam (denda).

Sesuatu yang sunnah, bila dilakukan, atau sesuatu yang makruh, jika ditinggalkan, dapat mendukung kesempurnaan ibadah haji dan umrah. Sedang sesuatu yang mubah, tidak berdampak apa pun terhadap ibadah.

Penulis sering menemukan calon-calon jamaah haji dan umrah melakukan pelanggaran-pelanggaran atau mengabaikan sesuatu yang sunnah, atau mengerjakan sesuatu yang makruh dengan begitu mudah. Dan itu mereka lakukan hanya karena mereka kekurangan pengetahuan dan pengalaman.

Demi kesempurnaan ibadah haji dan umrah, berikut ini dikemukakan beberapa catatan:
1.    Dianjurkan (disunnahkan) untuk mandi sebelum memakai pakaian ihram. Niatnya adalah mandi dalam rangka memakai pakaian ihram. Anjuran ini ditujukan juga kepada wanita, walaupun mereka dalam keadaan haid atau nifas. Sebagai­mana dianjurkan pula menggunting kuku, mencukur rambut (kemaluan dan ketiak). Dianjurkan juga memakai wangi-wangi- an, baik untuk badan maupun pakaian ihram.
2.    Memakai pakaian ihram sebaiknya dilakukan di Miqat yakni tempat di mana calon jamaah haji atau umrah akan memulai ibadahnya (misalnya dari bandara Jed­dah, bagi orang yang langsung menuju ke Makkah).

Pakaian ihram yang dianjurkan adalah pakaian yang baru dan berwarna putih. Te­tapi, tidak ada halangan bagi pria dan wanita untuk memakai pakaian berwarna dan tidak baru, selama memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan. Alas kaki, bagi pria, disyaratkan tidak menutup kedua mata kaki, dan jari-jari kakinya. Tidak ada halangan memakai ikat pinggang, jam tangan, cincin, dan perhiasan lainnya. Emas sebaiknya dihindari oleh pria, mengingat ada ulama yang mengharamkan pria memakainya. Betapapun, menghindari bersolek dan berhias ketika melaksanakan ibadah haji dan umrah, merupakan sesuatu

yang amat terpuji. Seorang bertanya kepada Rasulullah Saw., "Bagaimana seorang yang melaksanakan ibadah haji?" Beliau menjawab singkat:

Yang kusut rambutnya lagi berdebu dan yang tidak memakai wangi-wangian sehingga berbau badan- nya (HR At-Tirmidzi).

Larangan Selama Melaksanakan Haji:

  • Larangan bagi laki-laki.
Laki-laki dilarang mengenakan baju yang dijahit, sorban, celana, mantel, sepatu yang menutupi mata kaki atau memakai kaos kaki. Di samping itu dilarang pula menjadi wali nikah. Rasulullsh bersabda sebagai berikut:
Artinya: Janganlah kamu mengenakan baju, serban, celana, mantel dan khuf, kecuali bagi seseorang yang tidak bisa mendapatkan sandal, boleh mengenakan khuf dengan dipotong lebih rendah dari dua mata kaki dan janganlah mengenakan pakaian yang diberi wangi-wangian dan wars.(H.R Malik dan Ibnu Umar :624)
Selama melaksanakan haji wanita tidak boleh mengenakan cadar dan sarung tangan.
  • Larangan bersetubuh, berbuat fasik dan berbantah-bantahan.
Laki-laki dan wanita selama melaksanakan haji dilarang bersetubuh, berbuat fasik, dan berbantah-bantahan. Allah Swt berfirman dalam Surah Al Baqarah ayat 197.
(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal.
  • Larangan memotong kuku, merontokkan rambut dan membunuh kutu kepala.
Larangan memotong kuku, merontontokkan rambut, dan membunuh kutu kepala, disepakati oleh para ulama berdasarkan amaliah beberapa orang sahabat Nabi Muhammad SAW.
  • Larangan berburu binatang.
Larangan berburu binatang yang halal dimakan dagingnya ketika sedang berihram dijelaskan Allah Swt dalam Surah Al Maidah 95 .


 A. pakaian ihram
·       Bagi laki-laki terdiri atas 2 lembar kain yang tidak dijahit, yang satu lembar disarungkan untuk menutupi aurat antara pusat hingga lutut, yang satulembar lagi diselendangkan untuk menutupi tubuh bagian atas. Kedualembar kain disunatkan berwarna putih, dan tidak boleh berwarna merahatau kuning.

·       Untuk wanita Mengenakan pakaian yang biasa, yakni pakaian yang menutupi aurat.


Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan menggunakan bahasa yang baik dan sopan :)